Siswanto M. Muhammad
(Ketua Umum INNA-Kuwait)
Ada suatu fenomena yang menarik dalam “Ruang Keperawatan Indonesia”, Judul diatas adalah sebuah jawaban yang sering akan kita dapatkan ketika pertanyaan itu akan kita tanyakan kepada masyarakat secara umum.
Mereka akan dengan bangganya menyampaikan jawaban : “YA” ketika mereka diberi tawaran untuk melanjutkan study pada peminatan yang masih di anggap berada pada level yang tinggi di kalangan masayarakat Indonesia seperti : (ekonomi, tekhnik, hukum, kedokteran dsb). Tapi mereka akan dengan cepat menggelengkan kepala dengan jawaban ÖGAH-AH” ketika mereka ditanya tentang kesempatan untuk melanjutkan di peminatan “KEPERAWATAN".
Hal ini terjadi karena adanya suatu pemahaman yang salah dan keliru tentang “Perawat dan Keperawatan” di lingkup masyarakat Indonesia secara umum sehingga mengakibatkan perilaku tidak tertarik untuk menekuni apalagi memilih profesi perawat.
Yang lebih menarik lagi, ketika seorang mahasiswa keperawatan telah memulai suatu proses pembelajaran, ada perasaan penyesalan “Terbersit” dalam hati mereka karena persepsi yang salah tentang profesi “Perawat” itu sendiri. Persepsi keliru itu terjadi karena kesalahan informasi yang mereka terima dan kenyataan di lapangan .
Menyesalkah mereka telah memilih Perawat sebagai profesi mereka? Kalau pertanyaan itu ditanyakan kepada mereka maka dengan tersipu malu mereka akan memberikan jawab : “YA” saya menyesal……..
Mengapa?
Tentu karena ada suatu kesenjangan antara harapan dan kenyataan awal yang mereka dapatkan, padahal itu semua terjadi karena mis-interprestasi terhadap “Profesi Perawat” yang akan mereka jalani.
Kondisi ini sangat berbanding terbalik dengan negara-negara yang secara umum masyarakatnya sudah memahami benar dan tahu persis apa dan bagaimana serta kesempatan apa saja yang akan mereka dapatkan kalau menjadi “Perawat” seperti : Philipines, India, dsb.
Di Negara-negara tersebut bahkan seorang dokter spcialist, arsitek, pengacara, ahli komputer, mereka akan rela meninggalkan profesinya demi untuk jadi seorang perawat karena mereka yakin dengan menjadi perawat mereka akan dapat hidup dengan layak dan dapat bekerja di Negara manapun yang mereka inginkan.
Sekedar untuk berbagi informasi saya punya kawan Perawat yang berasal dari Philipines dan bekerja satu rumah sakit di Kuwait dia mantan seorang dokter specialis kebidanan di Phlipines dan yang bersangkutan rela meningggalkan profesinya dan kuliah sebagai perawat karena mereka menyadari benar dengan menjadi seorang Perawat yang bersangkutan dapat memiliki kesempatan untuk bekerja di Negara manapun dia inginkan. Dan itu hanya salah satu contoh, masih banyak cerita yang sama yang saya tidak bisa utarakan satu persatu di tulisan saya ini.
Ada beberapa hal yang segera harus kita lakukan agar reputasi dan persepsi masyarakat terhadap perawat semakin positif antara lain :
1. Melakukan distribusi informasi kepada seluruh masyarakat
Sumber informasi seperti televisi, media massa, radio dan sarana sumber informasi lainya belum menjadi alat yang di optimalkan oleh seluruh Perawat Indonesia dalam semua sektor.
Masih sangat jarang kita temui tulisan-tulisan tentang keperawatan masuk dalam Head line News Surat kabar nasional baik yang bersifat berita, informasi dsb. Hal ini harusnya mulai disikapi dengan bijaksana terutama oleh para Ahli Keperawatan yang harusnya sudah mulai rajin menulis dan memberikan pembelajaran kepada masyarakat tentang profesi keperawatan dan peran sertanya. Bila semakin banyak para Pakar dan ahli keperawatan yang meluangkan waktu untuk membuat tulisan-tulisan dalam media seperti : Surat Kabar, internet, Televisi, radio, pasti ini akan sangat mendukung kampanye nasional penyebaran informasi positif tentang keperawatan sehingga masayarakat paham tentang perawat dan keperawatan.
Kalangan intelektual keperawatan (seperti : Mahasiswa, dosen, parktisi) juga harus mampu bersaing dan tidak terkesan “GAPTEK (gagap tekhnologi)” sehingga kita akan semakin bisa berkiprah dalam segala aspek kehidupan bermasayarakat baik secara Politik, Ekonomi, Sosial ataupun dimensi kehidupan bermasayarakat lainnya.
Pepatah “Tak Kenal maka Tak Sayang” tentu masih sangat relevan dengan kondisi ini.
2. Memotivasi secara Psikologis kepada Mahasiswa Keperawatan
Ada pekerjaan rumah yang besar bagi para perawat yang bekerja di sektor pendidikan (sebagai dosen) bahwa kewajiban mereka bukan hanya menyampaikan materi sesuai capain kurikulum tapi juga memiliki tugas berat dalam rangak membangun keyakinan hidup dan optimisme profesi bagi calon Perawat bahwa mereka dapat hidup lebih mapan secara ekonomi bahkan dibanding dengan profesi lain kalau mereka benar-benar menjadi perawat yang professional.
Perlu di tumbuhkan keyakinan pada seluruh mahasiswa di semua program keperawatan bahwa dengan menjadi seorang Perawat kita akan mampu menjelajah dan bekerja diseluruh dunia yang mungkin akan sangat sulit diperoleh oleh profesi lain seperti : Dokter, Arsitek, pengacara, dsb.
3. Menghentikan segala kegiatan Malpraktek
Seluruh Perawat harus secepatnya menyadari bahwa cakupan dan kewenagan pekerjaan seorang Perawat sangat berbeda dengan dokter, sehingga tidak ada lagi Perawat yang melakukan Praktek Pelayanan Kedokteran. Dalam hal ini organisasi profesi seperti PPNI tentu harus memiliki kontribusi yang lebih konkrit dalam menciptakan aturan dan perundang-undangan dalam rangka menciptakan situasi yang kondusif. Hal ini sangat penting dalam rangka pembelajaran kepada masyarakat bahwa Perawat adalah profesi yang terpisah dan berbeda dari seorang dokter dan memiliki batasan kewenangan yang berbeda. Perawat juga bukan pembantu (asisten) dokter tapi Mitra dalam arti kesetaraan dalam segala aspek.
4. Menciptakan iklim Persaingan dan Penyampain Peluang Pekerjaan
Pearawat tidak seharusnya berkecil hati dengan takut tidak mendapatkan pekerjaan yang layak dan hanya menggantungkan bahwa kesempatan dan peluang kerja pada satu kesempatan (banyak perawat kita yang hanya berharap untuk bisa jadi pegawai negeri sipil).
Padahal kalau kita menyadari sebenarnya banyak sekali kesempatan dan tawaran kerja di luar negeri seperti :
a. USA
b. Canada
c. United Kingdom (Inggris)
d. Kuwait
e. Saudi Arabia
f. Australia
g. New Zaeland
h. Malaysia
i. Qatar
j. Oman
k. UEA
l. Jepang
m. German
n. Belanda
o. Swiss
Di Negara-negara tersebut gaji perawat bisa 5-30 kali lipat gaji pegawai Negeri di Negara Indonesia, tentu tidak mudah untuk bisa mencapai itu semuanya tapi bukan sesuatu yang sulit untuk dicapai kalu kita telah mempersiapkan sejak kita masih di bangku kuliah. Untuk bisa bekerja di negara-negara tersebut kita harus melalui beberapa test seperti : NCLEX-RN, IELTS, CGFNS (akan saya bahas dalam tulisan saya selanjutnya)
Apa persiapan-persiapan yang harus kita lakukan untuk dapat mencapai itu semuanya (akan saya bahas dalam tulisan saya berikutnya).
Ketika kwalitas SDM keperawatan sudah meningkat dan berada dalam standardisasi kualitas internasional (Cakap secara teori dan praktek) dan mampu berbahasa internasional seperti (English dan atau Arabic) maka bukan lagi Perawat yang akan mencari pekerjaan tapi Rumah sakit yang akan mencari mereka. Itulah saatnya bicara “Selamat Tinggal dan Good Bye” pada rumah sakit atau pemilik lapangan pekerjaan yang menggaji perawat dengan stnadar gaji yang rendah. Bila ditinjau dari hukum Ekonomi kalau kondisi itu sudah tercipta dengan sendirinya tidak akan ada Rumah sakit atau lapangan pekerjaan yang akan menggaji perawat dengan semau-maunya, tidak akan adalagi profesi yang memandang rendah perawat.
Bagaimana…? Masih meyesal menjadi Perawat…Jawabanya tentu sangat tergantung pada posisi mana anda sekarang. Tapi kalau pertanyaan itu di tanyakan kapada saya, saya akan menjawab dengan lantang dan tegas : TIDAK, Saya sangat bangga dan bersyukur telah dilahirkan untuk menjadi seorang Perawat. Idealnya seluruh Perawat Indonesia juga akan memberikan jawaban yang sama.
Ada sebuah realita yang menarik yang mungkin akan bisa membangkitkan semangat kita semua : bahwa seorang perawat akan bisa memiliki keahlian apapun tanpa ada batas pengahalang dan bisa berkecimpung dalam keahlian lain .
Perawat bisa jadi ahli Komputer, Entrepreneur, Penulis, Politikus sekalipun tanpa hambatan apapun. Tapi coba kondisi ini di balik : bisakah ahli computer, penulis, politikus, Ekonom, melakuakn praktek keperawatan, Jelas tidak bisa karena keahlian keperawatan harus dengan keahlian yang spesifik.
Bagaimana…Banggakah anda menjadi Perawat???